
Tak Pernah Cukup? Aku tumbuh bukan hanya sebagai anak, tapi juga sebagai bahu. Bahu yang sejak kecil sudah diminta untuk kuat, bahkan ketika aku sendiri masih ingin digendong. Ada kalimat-kalimat tak terucap yang terus terngiang dalam benakku: "Kamu harus menjadi contoh.." , "Kamu yang lebih Tua, mengalah dong sama adik..." , "Jangan egois, kamu anak pertama, adikmu harus begini, harus begitu..." Aku mengerti, sungguh. Tapi tak bisa kupungkiri—di balik semua pengertian itu, ternyata seringkali aku merasa tidak cukup, ternyata perasaan mengalah itu melelahkan hati dan pikiranku. Menjadi kakak perempuan pertama bukan sekadar urutan lahir. Itu adalah jabatan seumur hidup yang datang tanpa permisi. Sejak kecil aku diajari untuk menjaga, mencontohkan, menengahi, menenangkan. Aku belajar mengalah. Aku belajar memendam. Aku belajar diam saat ingin berteriak. Dan dari semua pelajaran itu, aku tumbuh—tapi bukan karena waktunya. Aku tumbuh karena keadaannya. ...